Hasil perjuangan yang dilakukan R.A. Kartini demi mewujudkan kesetaraan
perempuan, kini tercermin dalam kiprah petugas ukur perempuan yang
menjalankan tugas di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional (ATR/BPN). Hingga April 2025, dari target mendaftarkan 126
juta bidang tanah yang ada di Indonesia, progresnya sudah signifikan,
yaitu mencapai 121,6 juta bidang tanah. Capaian ini tak lepas dari
kontribusi petugas ukur perempuan yang tersebar di berbagai penjuru,
termasuk daerah terluar Indonesia.
Saat ini, di Kementerian
ATR/BPN tercatat ada 805 petugas ukur perempuan dari total 2.747 yang
tersebar di seluruh Indonesia. Mereka hadir tidak hanya menjalankan
peran teknis pengukuran, tetapi juga membawa pendekatan yang lebih
inklusif dan humanis dalam membangun relasi dengan masyarakat setempat.
Salah
satunya adalah Shafira Dian Kumala Sari dari Kantor Pertanahan (Kantah)
Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. “Sebagai perempuan, kami sering
membawa pendekatan yang berbeda. Kami berusaha lebih memahami kondisi
sosial dan kebutuhan masyarakat secara mendalam, agar komunikasi
berjalan efektif dan kepercayaan bisa terbangun,” ujarnya dalam
keterangannya, Minggu (20/04/2025).
Di daerah terluar Indonesia,
tantangan bukan hanya soal medan yang sulit, tapi juga keterbatasan
akses informasi, transportasi, serta rendahnya kesadaran hukum
masyarakat terkait pentingnya legalitas tanah. Dalam kondisi seperti
ini, pendekatan yang empatik dan partisipatif menjadi kunci
keberhasilan.
“Ketika akhirnya masyarakat menerima sertipikat
tanahnya, saya merasa ikut membuka jalan bagi kehidupan yang lebih baik
dan stabil untuk mereka,” tutur Shafira, yang merupakan satu-satunya
petugas ukur perempuan di Kantah Kabupaten Nunukan.
Pengalaman
serupa juga dirasakan Anggi Halimah Dala, petugas ukur dari Kantah
Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Menurutnya, kondisi geografis di
wilayahnya sangat menantang karena banyak area permukiman dan pertanian
berada di daerah perbukitan dan pegunungan.
“Setiap hari kami
harus menghadapi medan yang ekstrem. Tapi, semangat kami tetap sama,
yaitu memastikan pengukuran dilakukan secara akurat dan tuntas,” jelas
Anggi Halimah Dala.
Baginya, kontribusi petugas ukur perempuan di
daerah terluar bukan hanya soal peta dan data, tetapi juga soal peran
dalam mendukung pembangunan nasional yang merata. “Kami percaya, data
pertanahan yang valid bisa menjadi landasan penting bagi pemerintah
daerah dalam merancang pembangunan yang lebih baik,” pungkasnya. (GE/YZ)